Sejumlah negara berpenghasilan rendah sedang dalam ambang kebangkrutan ekonomi menyusul Sri Lanka yang perekonomian negaranya sudah morat marit dan diperparah oleh krisis politik. Sejumlah negara berpenghasilan rendah seperti Laos, Myanmar, hingga Pakistan yang tengah mengalami lonjakan biaya untuk makanan dan bahan bakar untuk masyarakatnya. Laporan bertajuk Crisis Response Group yang dirilis PBB pada bulan lalu menyebut lebih dari separuh negara termiskin di dunia terlilit utang dan berisiko tinggi dalam kesulitan. Laos sebagai negara kecil yang terkurung daratan di Asia Tenggara ini sebetulnya mencatat pertumbuhan ekonomi tercepat sebelum pandemi Covid 19.
Tetapi sejak pandemi, utangnya melompat persis seperti yang dialami Sri Lanka. Laos juga terpaksa mengemis restrukturisasi utang bernilai miliaran dolar AS, cadangan devisa Laos tersisa hanya kurang dari dua bulan impor. Mata uangnya pun jatuh 30 persen yang memperburuk kesengsaraan negara itu. Sementara Myanmar setelah aksi kudeta militer pada Februari 2021 terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi turut memengaruhi kondisi perekonomian negara. Myanmar dihujani sanksi dari negara Barat seperti penarikan bisnis secara besar besaran.
Ekonomi Myanmar terkontraksi minus 18 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini. Lebih dari 700 ribu orang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka karena konflik bersenjata dan kekerasan politik yang terjadi. Pakistan juga terancam krisis ekonomi seusai lonjakan harga minyak mentah yang membuat kenaikan harga bahan bakar dan harga harga lainnya. Inflasi di negara Pakistan tercatat melompat jauh lebih dari 21 persen.
Mata uang rupee Pakistan pun merosot 30 persen terhadap dolar AS pada tahun lalu dan cadangan devisanya turun menjadi hanya 13,5 miliar dolar AS atau setara dua bulan impor. Saat ini, Pakistan tengah meminta bantuan IMF untuk mencairkan dana talangan 60 miliar dolar AS. Indonesia Diklaim Aman
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35 persen masih tergolong moderat dibandingkan negara lain. Menurutnya, melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global. "Daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga," tutur Febrio.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani menambahkan Pemerintah Indonesia perlu memperkuat koordinasi dan komunikasi menghadapi ancaman inflasi global. Menurutnya, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi di Indonesia, antara lain pengaruh global seperti situasi perang Rusia Ukraina yang telah menyulut kenaikan harga komoditas. "Pemerintah dan Bank Indonesia perlu memperkuat koordinasi terutama terkait dengan rencana penyesuaian harga yang diatur pemerintah sehingga dapat mengatur kebijakan moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," kata Johanna. Pemerintah juga perlu melakukan stabilisasi harga pangan dengan memastikan pasokannya terutama harga minyak goreng, sehingga diharapkan tekanan inflasi tidak meningkat signifikan dan masih dapat terkendali.
20 Juli Pilih Presiden Baru Di ranah politik, Parlemen Sri Lanka akan segera menggelar pemilihan presiden baru Sri Lanka pada 20 Juli untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik yang melanda negeri tersebut. Sebelumnya, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dituntut mundur oleh pengunjuk rasa setelah gagal mengatasi krisis ekonomi yang melanda negara itu.
Dikutip dari Reuters, Selasa (12/7/2022) anggota Parlemen Sri Lanka, Mahinda Yapa Abeywardena mengatakan parlemen akan berkumpul kembali pada hari Jumat (15/7/2022) dan akan memilih presiden baru Sri Lanka lima hari kemudian. "Selama pertemuan para pemimpin partai yang diadakan hari Senin (11/7), disepakati bahwa ini penting untuk memastikan pemerintahan semua partai yang baru sesuai dengan Konstitusi," kata Abeywardena. "Partai yang berkuasa telah mengatakan perdana menteri dan kabinet siap mengundurkan diri untuk menunjuk pemerintah semua partai" imbuhnya.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, yang rumah pribadinya dibakar oleh pengunjuk rasa juga akan mundur dari jabatannya. “Ketidakstabilan politik dapat merusak negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket penyelamatan,” kata Nandalal Weerasinghe, gubernur bank sentral Sri Lanka. Pemimpin oposisi Sajith Premadasa dari partai Samagi Jana Balawegaya, mengatakan siap untuk masuk ke pemerintahan.
"Kami sebagai oposisi siap memberikan kepemimpinan untuk menstabilkan negara dan membangun kembali perekonomian. Kami akan menunjuk presiden baru, perdana menteri dan membentuk pemerintahan.” kata Sajith Premadasa. Di sisi lain, partai oposisi Sri Lanka kini juga sibuk menyusun kabinet baru, usai pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe. Dengan menggelar pertemuan tertutup pada Minggu (10/7/2022) para pemimpin partai oposisi Sri Lanka mulai membahas transisi kekuasaan yang efektif pada 13 Juli mendatang, untuk mengisi posisi presiden dan perdana menteri yang saat ini tengah mengalami kekosongan jabatan.
Meski terkesan tergesa gesa, namun langkah ini perlu dilakukan agar Sri Lanka bisa segera mengejar negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) terkait rencana bailout darurat sebesar 4 miliar dolar AS, guna mengisi cadangan devisa Sri Lanka. Cadangan devisa Sri Lanka habis akibat membengkaknya utang luar negeri yang saat ini telah mencapai 51 miliar dolar AS. Belum diketahui secara pasti siapa yang akan menggantikan posisi Rajapaksa sebagai presiden Sri Lanka, lantaran Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe yang seharusnya maju menggantikan Rajapaksa juga ikut mundur dari posisinya setelah kediamannya yang ada di Kolombo dibakar oleh para demonstran pada Sabtu (9/7/2022) kemarin.
Meski Wickremesinghe sudah menyatakan mundur dari posisinya, namun mengutip dari Daily Mirror hampir 115 kursi di Parlemen Sri Lanka setuju mengajukan Wickremesinghe sebagai pengganti Gotabaya Rajapaksa. Bahkan beberapa anggota parlemen juga telah memintanya untuk mengambil alih kepresidenan dan tidak membiarkan krisis ekonomi Sri Lanka mandek di tengah jalan, mengingat saat ini Sri Lanka tengah mengajukan pembicaraan dengan IMF. Jika Wickremesinghe bersedia maju sebagai presiden, pihaknya akan disatukan dengan Dullas Alahapperuma yang merupakan menteri di bawah pimpinan Rajapaksa.
Namun andaikan Wickremesinghe menolak tawaran tersebut maka Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardena yang akan maju mengisi bangku kepresidenan Sri Lanka, dengan jangka waktu 30 hari dimulai sejak Rabu mendatang. Nantinya Mahinda Yapa Abeywardena akan menjabat sebagai presiden sementara sampai Sri Lanka menyelenggarakan pemilu kembali guna untuk menunjuk pengganti presiden resmi. Selain membahas pemilihan presiden sementara, menurut portal berita Sri Lanka para partai oposisi ini juga membahas pengiriman bahan bakar dan delegasi asing yang diperkirakan tiba di negara itu pada minggu ini.
Rajapaksa Sang Biang Kerok Rakyat Sri Lanka menyalahkan Rajapaksa atas runtuhnya ekonomi yang bergantung pada pariwisata, yang dihantam parah oleh pandemi Covid 19 dan larangan pupuk kimia yang merusak hasil pertanian, tetapi larangan itu kemudian dibatalkan. Keuangan pemerintah Sri Lanka juga dilumpuhkan oleh hutang yang menumpuk dan potongan pajak yang diberikan oleh rezim Rajapaksa. Cadangan devisa dengan cepat habis karena harga minyak naik.
Negara ini hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, yang telah dijatah secara ketat, dan antrean panjang terjadi di depan toko toko yang menjual gas untuk memasak. Inflasi Sri Lanka bulan lalu mencapai 54,6 persen, dan bank sentral telah memperingatkan bahwa itu bisa naik menjadi 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. Laporan Reporter: Reynas Abdilla/Mikael Dafit/Namira Yunia