Warga Mariupol menjarah toko dan saling menyerang satu sama lain demi mendapatkan makanan, di tengah kepungan pasukan Rusia yang terus menyerang kota pelabuhan di Laut Azov itu. Situasi di Mariupol semakin memburuk, dan memaksa para warganya mulai saling menyerang, di tengah apa yang digambarkan oleh lembaga bantuan sebagai "bencana kemanusiaan". Berada di tengah kepungan pasukan Rusia, membuat penduduk Mariupol tak memiliki pemanas selama berhari hari dengan suhu berkisar 1 derajat Celcius saat malam dan persediaan makanan hampir habis.
Dikutip dari , beberapa terpaksa membobol toko dan supermarket untuk mengumpulkan makanan untuk keluarga mereka. Dalam laporan yang sangat menyedihkan mengenai kondisi suram di Mariupol, Sasha Volkov, Wakil Kepala Delegasi Komite Internasional Palang Merah di kota itu berkata, "Beberapa penduduk masih memiliki makanan, tapi saya tidak yakin berapa lama (persediaan) akan bertahan." "Banyak orang melaporkan tak memiliki makanan untuk anak anak. Orang orang mulai saling menyerang untuk mendapatkan makanan. Beberapa juga mulai merusak mobil seseorang untuk mengambil bensinnya."
Lebih dari 1.200 warga sipil diyakini telah tewas di kota berpenduduk 430 ribu jiwa itu. Jumlah pasti korban belum diketahui, tapi dampak invasi secara langsung dapat dilihat di sebuah kuburan kota. Para pekerja mendorong mayat ke parit sepanjang 25 meter karena banyaknya korban yang membanjiri kamar mayat kota.
Wali Kota Mariupol, Vadym Boychenko, mengakui tidak mungkin mengidentifikasi banyak dari korban yang terkubur. "Kami tidak memiliki kesempatan untuk menguburkan mereka di kuburan pribadi," ujarnya. Di rumah sakit bersalin, sebuah kawah besar di halaman menjadi saksi kekuatan dahsyat pemboman Rusia.
Segera setelah serangan itu, pekerja darurat membawa seorang wanita hamil menggunakan tandu di atas puing puing, sementara yang lain mencari di reruntuhan untuk mencari korban. Warga sipil yang terperangkap di Mariupol, Ukraina telah melalui dua hari seperti "neraka", kata seorang pejabat setempat pada Jumat (11/3/2022). Ia mengklaim serangan Rusia yang terjadi setiap 30 menit sekali, telah menggagalkan upaya evakuasi dari Mariupol, sebagaimana diberitakan .
Sekitar 400 ribu orang tetap berada di Mariupol, di mana Wali Kota Vadym Boychenko mengatakan pasukan Rusia terus "secara kejam dan sengaja" menyerang gedung gedung apartemen. "Setiap 30 menit, pesawat tiba di atas kota Mariupol dan menyerang daerah pemukiman, membunuh warga sipil orang tua, wanita, anak anak," katanya dalam sebuah unggahan online. Di tengah penembakan itu, tidak ada satupun warga sipil yang bisa meninggalkan Mariupol pada Kamis (10/3/2022), kata para pejabat.
Penasihat Wali Kota, Petro Andrushenko, mengatakan Rusia ingin "membasmi orang orang kami. Mereka ingin menghentikan segala upaya evakuasi." Mariupol secara strategis penting karena pengepungannya memungkinkan Rusia untuk menghubungkan wilayah wilayah pro Moskow di timur dan Krimea yang dicaplok Rusia di selatan. Serangan Rusia juga telah menggagalkan upaya untuk mengirim makanan, air, dan obat obatan ke kota, menurut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Zelensky mengatakan pasukan Rusia memulai serangan tank di koridor kemanusiaan ke kota pada hari Kamis. “Penjajah melancarkan serangan tank tepat di tempat koridor ini seharusnya berada”, kata Zelenskyy dalam pidato yang disiarkan televisi. “Mereka memiliki perintah yang jelas untuk menyandera Mariupol, untuk mengejeknya, untuk terus menerus mengebom dan menyerangnya.”
Ia menambahkan, “Ini benar benar teror … dari teroris berpengalaman.” Tidak ada komentar langsung dari Moskow. Pemerintah Rusia telah menyetujui daftar "negara negara tak bersahabat" yang mencakup semua negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, kantor berita Interfax melaporkan.
Daftar daftar ini dirilis menyusul banyaknya negara yang menjatuhkan sanksi pada Rusia buntut invasi Moskow ke Ukraina. Selain negara, daftar tersebut juga mencakup wilayah asing, yang menurut pejabat Moskow, telah melakukan tindakan permusuhan pada Rusia, perusahaan, dan warganya. Menurut Interfax yang dilansir , daftar itu ditandatangani oleh Perdana Menteri Mikhail Mishustin dan merupakan bagian dari Keputusan Presiden Federasi Rusia.
Keputusan tersebut dikeluarkan pada 5 Maret 2022 mengenai prosedur sementara untuk memenuhi kewajiban dengan kreditur asing tertentu. Mengutip , daftar itu mencakup Amerika Serikat (AS), Kanada, semua negara bagian Uni Eropa, Inggris, Ukraina, Montenegro, Swiss, Albania, Andorra, Islandia, Liechtenstein, Monako, Norwegia, San Marino, dan Makedonia Utara. Jepang, Korea Selatan, Australia, Mikronesia, Selandia Baru, dan Singapura juga masuk dalam daftar itu bersama Taiwan, yang dianggap China sebagai wilayah mereka, tapi telah diperintah secara independen sejak 1949.
Secara praktis, masuk dalam daftar berarti warga negara Rusia, perusahaan, atau pemerintah itu sendiri hanya dapat membayar utang kepada individu atau perusahaan manapun menggunakan mata uang rubel. Menurut keputusan pemerintah, negara dan perusahaan Rusia akan diizinkan membayar kreditur asing dalam rubel, dengan aturan ini berlaku untuk pembayaran lebih dari 10 juta rubel per bulan. Rubel Rusia telah mencatat kerugian besar selama berhari hari dan pada Senin kemarin, turun secara signifikan terhadap dolar AS dan euro.